Article Detail

SPIRITUALITAS BUNDA ELISABETH SEBAGAI DASAR MENUMBUHKAN GENERASI MUDA YANG MEMILIKI KEPEKAAN HATI

SPIRITUALITAS BUNDA ELISABETH SEBAGAI DASAR MENUMBUHKAN GENERASI MUDA YANG MEMILIKI KEPEKAAN HATI

Oleh : Ignatius Sujito, S.Pd

 

Pesatnya  perkembangan  teknologi dewasa ini membawa perubahan ke arah positif dan negatif, Positif karena banyak kemudahan yang dapat diperoleh manusia, segala informasi yang diperlukan dapat dengan mudah dan cepat diperoleh. Disisi lain justru merusak manusia karena informasi yang tidak sehat dan merusak mentalitas, kemajuan teknologi dan segala fasilitasnya juga dapat  membuat manusia makin manja dan  egois. Maka kematangan seseorang untuk  memilih, mengolah, memaknai, dan memanfaatkan teknologi sangatlah penting. Inilah salah satu tantangan dunia pendidikan saat ini untuk dapat menanamkan dan menumbuhkan nilai – nilai yang diharapkan dalam karakter bangsa.

Pendidikan merupakan pintu masuk yang strategis bagi pembentukan nilai – nilai kehidupan masyarakat. Lebih jauh dikatakan bahwa pelayanan pendidikan didasari oleh 2 keinginan. Pertama misi penyadaran ( conscientisation ), penyadaran akan jati diri dan asal usul,dunia dan lingkungan alam sosial, serta tanggung jawabnya. Pendidikan diharapkan membawa orang kepada penyadaran insani. Dengan demikian kemampuan untuk memilih menjadi prioritas sehingga pendidikan mendorong manusia lebih otonom yaitu manusia yang tidak membebek, tetapi mampu berpikir sendiri dan bertindak berkat kekuatan nalar pribadi dan semangat yang kritis, namun tetap bermartabat. Kedua, keinginan membantu seseorang hidup sebagai manusia dan secara manusiawi. Pelayanan pendidikan harus membantu peserta didik memperoleh perkembangan pribadi yang utuh, dewasa integral dalam semua aspek pribadinya.( buku PPS CB hal. 19 )

Pendidikan memang tentang nilai – nilai, tetapi ternyata nilai tersebut tidak sebatas pada angka – angka sebagai tolok ukur sebuah keberhasilan. Lebih jauh lagi, ternyata pendidikan juga persoalan nilai – nilai kehidupan atau values.

Keberhasilan sebuah proses pendidikan ternyata bukan sekedar mencetak peserta didik dengan angka – angka  di rapor atau ijazah yang baik, yang excellent, yang disebut cerdas. Tetapi, keberhasilan sebuah proses pendidikan ternyata juga berkaitan dengan pembentukan kepribadian atau karakter.

Berkaitan dengan pembentukan karakter ini, sangatlah kontektual. Jika kita berpegang pada perkataan Bunda Elizabeth,”Membangun dasar baik dalam hati orang muda.” Kita tidak bisa menutup mata dengan keadaan negri ini, berita – berita di televisi setidaknya bisa mempertanyakan tentang satu hal kecil tetapi berpengaruh besar, yaitu kejujuran, Keberanian, kebenaran

Kejujuran, keberanian dan kebenaran adalah tiga nilai utama dalam hidup.

Kejujuran mungkin tampaknya remeh. Tetapi tiadanya kejujuran ternyata telah memperanakkan berbagai kasus korupsi besar di negri ini. Mungkin orang bertanya,”Masih adakah kejujuran di negri ini?” Kejujuran seolah sudah terbeli oleh lembaran kertas yang bernama uang. Kejujuran seakan sudah tidak ada artinya lagi.

Jika kejujuran sudah tidak dimiliki oleh seseorang, bagaimana dengan hati nurani, akhirnya memunculkan pertanyaan “Bagaimana akan mengenalkan Allah?”

Hal inilah yang saya pahami dan  lakukan untuk melanjutkan Semangat Dasar Pelayanan Pendidikan  … waktu itu kami mulai menerima anak – anak miskin, dengan maksud memberi dasar hidup yang baik dalam batin mereka, kami memberikan pelajaran agama Kristen, menjahit, berdoa, serta memberikan dorongan kea rah semangat hidup suci.( EG 51 )

Karya pelayanan pendidikan Kongregasi CB mewujudkan program Pendidikan Nasional untuk mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana tercantum dalam pembukaan UUD 45. Pencerdasan bangsa tersebut juga digariskan dalam Undang-Undang Pendidikan Nasional 2003 bagian ketentuan umum tentang pentingnya peserta didik dalam mengembangkan potensi dirinya menjadi pribadi yang cerdas, berakhlak dan terampil mengelola kehidupannya dan demi kepentingan masyarakat, bangsa serta negara. Dengan kata lain, melalui pendidikan terjadi proses pemanusiaan manusia.

Perwujudan Spiritualitas Kongregasi CB dalam karya pendidikan yang harus kita lakukan dan wariskan kepada peserta didik adalah

1. Mencintai dengan Tulus Hati dan Berbela Rasa (Compassion)

Bentuk solidaritas yang paling kuat adalah kalau manusia dapat mencintai sesamanya. Maka ajaran tentang cinta kepada sesama merupakan hal yang mendasar dari semua agama.

Kasih yang tulus dan berbela rasa itu juga diharapkan hidup, berkembang dan berbuah dalam komunitas pendidikan. Kita sering menjumpai orang-orang yang miskin dan menderita di lingkungan masyarakat, tak terkecuali di lingkungan pendidikan. Perjumpaan dan kepedulian kita kepada mereka yang kita layani merupakan panggilan untuk mewujudkan karya cinta kasih dan pembebasan.

2.Mengandalkan Allah sebagai Sumber Hidup / iman yang dalam (Celebration)

Sikap percaya merupakan unsur penting dalam hidup kita. Sikap percaya dibangun melalui relasi dengan orang lain. Demikian juga dalam relasi dengan Allah. Kita berani mengandalkan hidup ditangan Allah karena kita percaya. Dengan menerima hidup sebagai anugerah, kita percaya dan mengakui bahwa Allah adalah Sang Pemberi hidup.

Dengan demikian kita diajak untuk menyadari bahwa situasi hidup apapun dapat membawa kita kepada kesatuan dengan Allah, jika kita dengan penuh kepercayaan menyadari bahwa Allah bekerja dan menuntun kita hari demi hari (bdk EG 65). Inilah bentuk kasih setia Allah yang perlu kita rayakan dengan penuh rasa syukur, bukan hanya melalui kata-kata, melainkan melalui keteladanan hidup. Seperti pelita yang diletakkan di atas gantang, demikian kita dipanggil untuk memancarkan kesaksian akan Allah yang hidup, dan mendekatkan diri pada Tuhan dan sesama.

3.Mengembangkan Keahlian dan Keterampilan di Bidangnya untuk Hidup Sesuai dengan Martabat (Competence)

Pendidikan merupakan salah satu sarana yang membantu manusia dalam mengembangkan akal budi, perasaan, hati nurani, kehidupan sosial, dan kerohanian sehngga ia bertumbuh menjadi pribadi utuh dan seimbang.

Sebagai komunitas pendidikan, kita mempunyai peranan yang besar dalam membela dan melindungi harkat dan martabat manusia. Keterlibatan kita demi kepentingan yang miskin, lemah, dan menderita akibat ketidakadilan, kekerasan, dan penindasan, merupakan wujud solidaritas kita. Solidaritas ini bertujuan untuk menghidupkan harapan, kepercayaan mereka yang kita layani, dan menampakkan belas kasih Kristus .

4.Rela Berbagi Hidup dan Membangun Persaudaraan Sejati (Community)

Karya pelayanan pendidikan mempunyai peranan yang penting dalam menjaga keseimbangan relasi kita dengan sesama dan alam sekitar. Melalui pendidikan kita membagikan ilmu pengetahuan dan keterampilan, memberikan pendampingan, mengembangkan semangat untuk berbagi hidup kepada yang lain, mengabdikan diri kepada sesama, dan membangun persaudaraan sejati. Melalui karya pelayanan pendidikan kita juga dipanggil untuk menjadi pelaku pemersatu bagi mereka yang terpecah-belah, pendamai bagi mereka yang berselisih, penghibur bagi mereka yang berduka, dan pembawa harapan bagi mereka yang berputus asa.

5.Mengembangkan Kreativitas dan Kemampuan (Creativity)

Salah satu cara agar hidup dialami secara indah dan membahagiakan adalah dengan mengembangkan nilai kreatifitas. Melalui kreatifitas manusia mampu mengatasi segala persoalan hidup. Sebab, manusia dianugerahi Tuhan kemampuan dan bakat-bakat yang penggunaannya harus diarahkan secara benar, bijaksana dan bermakna bagi pengembangan hidup manusia dan seluruh alam semesta. Oleh karena itu, manusia harus mampu memecahkan masalah secara bertanggungjawab, dan berusaha mencari, dan menemukan jalan keluar dari persoalan-persoalan yang ada secara kreatif.

 

6.Berani dan Tangguh dalam Menghadapi Tantangan Hidup, serta Terbuka Menanggapi Tanda-Tanda Zaman (Conviction)

Perubahan zaman yang demikian cepat, membawa dampak baik positif maupun negatif dalam berbagai segi kehidupan, termasuk dalam dunia pendidikan. Disatu pihak, kita dituntut untuk terus menerus menyesuaikan diri mengikuti perkembangan, tetapi di lain pihak kita juga harus tetap kritis dan selektif dalam menghadapi perubahan itu. Dengan demikian, visi – misi pelayanan pendidikan kita tidak tergeser oleh pengaruh negatif dari perubahan tersebut. Untuk itu, kita dituntut untuk memiliki keberanian dan ketangguhan dalam menghadapi tantangan yang ada, serta menanggapi tanda-tanda zaman secara bijaksana.

Pada akhirnya perwujudan Spiritualitas Kongregasi CB dalam karya pendidikan, mengingatkan saya akan cerita  berjudul “Pensil dan Penghapus”  Yang bisa diibaratkan, Pinsil itu adalah peserta didik, dan Penghapus itu adalah pendidik. Tugas Pendidik ibarat tugas Penghapus, setiap kali ada kesalahan yang diperbuat oleh peserta didik, pendidiklah yang harus  membantu membenahi dan membetulkannya. Dan tidak jarang juga pendidik harus mengorbankan dirinya demi masa depan dan kebahagiaan para peserta didiknya. Mengarahkan kepada yang benar merupakan peran pendidik untuk menghantar kepada kebenaran. Pengorbanan adalah suatu konsekuensi yang ikut ditanggung dalam mengemban tugas perutusan  sebagai seorang pendidik. Pribadi pendidik yang memberikan diri seutuhnya bagi pendampingan peserta didik, pastilah memahami sungguh arti berkorban ini. Namun justru karena kerelaannya untuk berkorban itulah dapat menemukan kebahagiaan seperti yang dialami Bunda Elisabeth. Spiritualitas dapat menggerakkan seluruh hidup Elisabeth Gruyteres. Semoga Perayaan Jubile 175 tahun Kongregasi Suster – suster Cinta Kasih St. Carolus Borromeus dan 60 tahun Yayasan Tarakanita, karya – karya pelayanannya semakin bermakna. “Semoga nama Tuhan semakin dimuliakan dan sesama diabdi dengan tulus iklas.” ( EG 5 )

 

 

                                                                       

Comments
  • there are no comments yet
Leave a comment